Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan
Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty”
karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan
ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan
berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan
akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini
biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang
melibatkan angka ataupun simbol matematis.
Kesulitan belajar matematika disebut juga
diskalkulia (dyscalculis). Kesulitan belajar matematika merupakan salah satu
jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan prasyarat rata-rata normal atau
sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan penglihatan atau pendengaran,
tidak ada gangguan emosional primer, atau lingkungan yang kurang menunjang.
masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian
dan pembagian yang disebabkab adanya gangguan pada sistem saraf pusat pada
periode perkembangan. Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak mampu
belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya tidak siap
belajar.
Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan
oleh ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan
pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak
diskalkulia tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya
sesuatu yang abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru
mereka bisa mencerna. selain itu anak berkesulitan belajar matematika
dikarenakan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi
belajar siswa, metode pembelajaran yang cenderung menggunakan cara konvesional,
ceramah dan tugas. Guru kurang mampu memotivasi anak didiknya. Ketidaktepatan
dalam memberikan pendekatan atau strategi pembelajaran.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak
kecil, tapi juga disesuaikan dengan perkembangan usia. Anak usia 4- 5 tahun
biasanya belum diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep hitungan
Sementara anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan
konsep jumlah yang menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan
(-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep jumlah, maka
kemungkinan nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung
melibatkan pola pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah.
Faktor genetik mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan
dan simulasi juga bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk
digunakan, karena dalam matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat
abstrak. Jadi, supaya lebih konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih
mudah mengenal konsep matematika itu sendiri.
illa suryaningsih BK-B 2010 (101014051)
No comments:
Post a Comment