Monday, April 30, 2012

Slow Learner

“SLOW LEARNER”

         A.   Pengertian Slow Learner
 Slow learner atau anak lambat belajar adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah (di bawah rata-rata anak pada umumnya) pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004; Wiley, 2007). Dengan kondisi seperti demikian, kemampuan belajarnya lebih lambat dibandingkan dengan teman sebayanya.Siswa yang lambat dalam proses belajar ini membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan lain, diantaranya kemampuan koordinasi (kesulitan menggunakan alat tulis, olahraga, atau mengenakan pakaian). Dari sisi perilaku, mereka cenderung pendiam dan pemalu, dan mereka kesulitan untuk berteman. Anak-anak lambat belajar ini juga cenderung kurang percaya diri.
Slow-Learner dan Kemampuan Aktualisasi Diri Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para siswa seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.

            B.     Karakteristik Slow learner
Anak yang mengalami kelambanan belajar (Slow Learner) mempunyai karakteristik sebagai berikut:
·         Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
·         Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
·         Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.
·         Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
·         Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
·         Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
·         Memiliki self-image yang buruk.
·         Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.
·         Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.
·         Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6).
·         Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya.
·         Daya tangkap terhadap pelajaran lambat.

            C.    Faktor Penyebab Slow Learner
1.      Faktor internal/faktor genetik/hereditas berupa intelegensi.
2.       Faktor eksternal yaitu penyebab utama problem anak lamban belajar(slow learner) yang berupa strategi pembelajaran yang salah atau tidak tepat, pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat. Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, namun lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut (Atkinson, dkk, 1983, h. 135). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Nutrisi penting sekali bagi perkembangan otak anak. Nutrisi erat kaitannya dengan kesehatan anak. Anak yang sehat perkembangannya akan lebih optimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983, h. 137): Efek Lingkungan yang Berbeda terhadap IQ dapat disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan hubungan yang erat antara kondisi sosial-ekonomi keluarga dengan variabel lingkungan, seperti nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka.

           D.    Dampak dari Anak Slow Learner 
           ·  Anak akan mengalami perasaan minder tehadap teman-temannya karena  kemampuan belajarnya lamban jika dibandingkan teman-teman sebayanya.
           ·   Anak cenderung bersikap pemalu, menarik diri dari lingkungan sosialnya dan lamban menerima informasi. 
           ·  Hasil prestasi belajar yang kurang optimal sehingga dapat membuat anak menjadi stress karena ketidak mampuannya mencapai apa yang diharapkannya.
           ·  Karena ketidak mampuannya mengikuti pelajaran dikelas, hal tersebut dapat membuat anak tidak naik kelas.
           ·  Mendapatkan lebel yang kurang baik dari teman-temannya.

            E.     Perlakuan  dan Bimbingan Terhadap Anak Slow Learner
      Penanganan yang dilakukan guru terhadap anak Slow Learner
     1.      Isi materi diulang-ulang lebih banyak (3-5 kali) dibandingkan dengan teman sebayanya dalam  memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses generalisasi.
     2.      Sediakan waktu khusus untuk membimbingnya secara individual atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya.
      3.      Waktu materi pelajaran jangan terlalu panjang dan tugas-tugas atau pekerjaan rumah lebih sedikit dibandingkan dengan teman-temannya.
      4.      Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal dan mengingat  materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
      5.      Gunakan demonstrasi/peragaan dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
      6.      Konsep-konsep atau pengertian-pengertian disajikan secara sederhana.
      7.      Jangan mendorong  atau memaksa mereka untuk berkompetisi dengan anak-anak yang memiliki kemampuan yag lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
      8.      Pemberian tugas-tugas harus terstruktur dan kongkrit, seperti pelajaran social dan ilmu alam  . Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
      9.      Berikan kesempatan kepada anak untuk bereksperimen dan praktek langsung tentang berbagai konsep dengan menggunakan bahan-bahan kongkrit atau dalam situasi simulasi.
     10.  Untuk mengantarkan pengajaran materi baru maka kaitkan materi tersebut dengan materi yang telah dipahaminya sehingga familiar untuknya.
     11.  Instruksi yang sederhana memudahkan anak untuk memahami dan mengikuti instruksi tersebut. Diusahakan  saat memberikan arahan berhadapan langsung dengan anak.
     12.  Berikan dorongan kepada orangtua untuk terlibat dalam pendidikan anaknya di sekolah. Membimbing mengerjakan PR, menghadiri pertemuan-pertemuan di sekolah, berkomunkasi dengan guru, dll. 
     13.  Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.

      Bimbingan Terhadap Siswa Yang Lambat Belajar
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang konselor atau guru dalam melakukan bimbingan terhadap siswa yang lambat belajar. Strategi-strategi yang biasa dilakukan oleh seorang konselor atau guru antara lain:
1.      Bimbingan bagi anak dengan masalah konsentrasi
a)      Ubahlah cara mengajar dan jumlah materi yang akan diajarkan.
Siswa yang mengalami masalah perhatian dapat ketinggalan jika materi yang diberikan terlalu cepat atau jika beban menumpuk dengan materi yang kompleks. Oleh karena itu, akan berguna bagi mereka untuk :
·      Memperlambat laju presentasi materi.
·      Menjaga agar siswa tetap terlibat dengan memberi pertanyaan pada saat materi diberikan.
·      Gunakan perangkat visul seperti membuat bagan/skema garis besar materi untuk memberikan gambaran pada siswa mengenai langkah-langkah atau bagian-bagian yang diajarkan.
b)      Adakan pertemuan dengan siswa.
Siswa mungkin tidak menyadari peranan perhatian dalam proses pengajaran. Mereka juga tidak menyadari kalau perhatian merupakan bidang kesulitan tertentu bagi mereka. Dalam pertemuan ini kita memberikan penjelasan dengan cara yang tanpa memberikan hukuman dan tanpa ancaman akan sangat berguna bagi siswa.
c)      Bimbing siswa lebih dekat ke proses pengajaran.
Karena tanpa disadari kita telah mengalihkan perhatian kita dari siswa. Dengan membawa mereka dekat dengan kita secara fisik secara harfiah akan membawa si anak lebih dekat kepada proses pengajaran.
d)     Berikan dorongan secara langsung dan berulang-ulang.
·      Biarkan siswa tahu kalau Anda melihatnya ketika sedang memperhatikan kata anak.
·      Kontak mata ketika pembelajaran berlangsung itu sangat penting.
·      Cobalah berikan penghargaan atas kehadirannya.
·      Bisa juga dengan penghargaan verbal yang dilakukan dengan tenang, dan lembut.
e)      Utamakan ketekunan perhatian daripada kecepatan menyelesaikan tugas.
·      Siswa mungkin merasa kecil hati dan tidak diperhatikan bila mereka dihukum karena tidak menyelesaikan tugas secepat orang lain.
·      Membuat penyesuaian dan jumlah tugas yang harus diselesaikan maupun waktu yang disediakan untuk menyelesaikan tugas berdasar kemampuan individu mungkin akan sangat membantu dan mendorong bagi sebagaian siswa.
f)       Ajarkan self-monitoring of attention.
·      Melatih siswa untuk memonitor perhatian mereka sendiri sewaktu-waktu dengan menggunakan timer atau jam alarm.
·      Mengajarkan mereka untuk mencatat berbagai interval apakah mereka memberikan perhatian atau tidak pada saat pengajaran. Catatan ini akan membantu menciptakan perhatian yang lebih besar bagi kebutuhan dalam memfokuskan perhatian juga bisa berguna dalam strategi untuk memperkokoh keterampilan memperhatikan “attention skill”.
2.      Bimbingan bagi anak dengan masalah daya ingat.
a)      Ajarkan menggunakan highlighting atau menggaris bawahi dengan penanda, untuk membantu memancing ingatan. Mereka harus diberi tahu cara memilih tajuk bacaan, kalimat dan istilah kunci untuk diberi garis bawah atau tanda dengan highlighter. Kemudian mereview dari bacaan yang di sudah digaris bahawahi tadi.
b)      Perbolehkan menggunakan alat bantu memori (memory aid). Yang mana alat-alat itu bisa berfungsi bagi mereka sebagai alat pengingat dan bisa jadi juga sebagai alat pengajaran.
c)      Biarkan siswa yang mengalami masalah sulit mengingat untuk mengambil tahapan yang lebih kecil dalam pengajaran. Misalnya dengan membagi tugas-tugas kelas dan rumah atau dengan memberikan tes kemampuan penguasaan lebih sering.
d)     Ajarkan siswa untuk berlatih mengulang dan mengingat. Misalnya dengan memberikan tes langsung setelah pelajaran disampaikan.
3. Bimbingan bagi anak dengan masalah kognisi               
a)      Berikan materi yang dipelajari dalam konteks “high meaning”
 Ini berguna untuk mengetahui apakah siswa memahami arti bacaan mereka atau arti suatu pertanyaan mengenai materi baru. Pengertian dapat diperkokoh dengan menggunakan contoh, analogi atau kontras.
b)      Menunda ujian akhir dan penilaian.
Perlu memberikan umpan balik dan dorongan yang lebih sering bagi siswa berkesulitan belajar. Evaluai terhadap tugas mereka sebagai tambahan pengajaran akan sangat membantu. Dengan kata lain, suatu kesadaran yang konstan mengenai siswa ini akan membentuk kepercayaan diri dan kemampuan mereka. Bagi sebagian siswa, menunda ujian akhir mereka sampai siswa menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari, mungkin merupakan cara terbaik.
c)      Tempatkan siswa dalam konteks pembelajaran yang “tidak pernah gagal”.
d)     Siswa berkesulitan belajar seringkali mempunyai sejarah kegagalan disekolah. Biasanya mereka memiliki perasaan akan gagal (sense of failing) dalam berbagai hal yang mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan dan menciptakan cipta diri (sense of self) baru bagi siswa ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi guru untuk melakukannya. Pada setiap tugas atau kemampuan siswa harus ditarik kembali kepada masalah dimana tugas dapat dilakukan tanpa kegagalan.
4.      Bimbingan bagi anak dengan masalah sosial dan emosional
a)    Buatlah sistem perhargaan kelas yang dapat diterima dan dapat diakses.
Siswa berkesulitan belajar perlu memahami sistem penghargaan ini dikelas dan merasa ikut serta di dalamnya. Jangan sampai siswa yang berkesulitan melajar merasa “out laws”, mereka yang tidak memilki kesempatan untuk mendapatkan penghargaan yang diterima siswa lain. Untuk memahami bagaimana mereka bisa mendapatkan penghargaan yang baik, para siswa disini perlu diberi pemahaman tentang bagaimana cara mendapatkan keuntungan sosial dari sikap positif dan hubungan sosial yang baik dikelas. Beberapa siswa mungkin ingin pembuktian langsung dikelas.
b)    Membentuk kesadaran tentang diri dan orang lain.
Sebagian siswa yang berkesulitan belajar tidak memilki kesadaran yang jelas pada sikapnya sendiri serta dampaknya pada orang lain. Membantu siswa ini menjadi lebih mengenal sikap mereka dan dampaknya pada orang lain merupakan kesempatan yang berarti bagi perkembangan sosial dan emosional. Berbicara terbuka dan penuh perhatian kepada siswa ini mengenai sikapnya juga dapat menjadi langkah penting dalam membentuk hubungan yang saling percaya di antara mereka.
c)    Mengajarkan sikap positif
 Ketika siswa berkesulitan belajar menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik atas interaksi dengan orang lain, mereka akan merespon dengan baik intruksi-intruksi tentang cara membentuk hubungan yang baik dan sense of self (citra diri) yang lebih positif.
d)    Minta bantuan.
Jika sikap seorang siswa berkesulitan belajar sangat tidak layak atau sikap negatifnya tetap ada ketika semua cara telah dicoba, jangan ragu minta bantuan. Cari bantuan pada teman sejawat disekolah yang mungkin dapat memberikan bantuan dalam menjelaskan masalah-masalah sosial dan emosional, serta mencari solusi mengenai kesulitan tersebut. Pertolongan ini bisa datang dari psikolog, konselor, orang tua, guru, dan kepala sekolah. Yang terpenting seorang pendidik memahami bahwa minta bantuan bukan tanda kelemahan atau ketidakmampuan.

F.              Penyelesaian Masalah bagi Slow-learner
1.      Pemeliharaan sejak dini Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang mempengaruhi inteligensi, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.
2.      Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.
3.      Lembaga pendidikan, kelas atau kelompok belajar khusus Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lambat belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal. Dalam sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi anak slow-learner. Anak slow-learner membutuhkan perhatian yang lebih intensive dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk kelas atau kelompok yang relatif kecil, pembelajaran akan fokus pada mereka dan penggunaan metode yang berbeda dengan siswa reguler dapat lebih leluasa.
4.      Memberikan pelajaran tambahan Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri.
5.      Latihan indra Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka. Anak memiliki gaya belajarnya masing-masing, seperti visual, auditori atau kinestetik. Dengan mengasah kemampuan indera yang dominan pada mereka akan mempermudah proses pemahaman dalam belajar mereka.
6.      Prinsip belajar Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar:
·         Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya. Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
·         Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
·         Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Suatu waktu, berilah hadiah kepada anak.
·         Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu banyak mengalami kegagalan.
·         Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.
·         Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam jangka pendek.
·         Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid.
·         Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
·         Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa terganggu.

7.      Dukungan orangtua Dorongan dan bantuan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, orangtua dapat meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah.

BK Belajar


Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar. Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi. Keadaan murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya disebut “kesulitan belajar”.
 Aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama mempelajari juga tergantung pada kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan belajar mudah dan siswa berkemampuan tinggi maka proses belajar memakan waktu singkat. Aktivitas belajar tersebut dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar. Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi. Keadaan murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya disebut “kesulitan belajar”.
Aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama mempelajari juga tergantung pada kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan belajar mudah dan siswa berkemampuan tinggi maka proses belajar memakan waktu singkat. Aktivitas belajar tersebut dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa terhadap bahan belajar.
Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan label kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.Seharusnya siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebut dibantu mengentaskan masalahnya agar dapat berkembang secara optimal. Disinilah peran BK sangat dibutuhkan oleh siswa tersebut.

A.    Pengertian Masalah Belajar

Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. 

B.     Gejala siswa yang mengalami kesulitan belajar

1.      Menunjukkan prestasi yang rendah/di Bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas
2.    Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
3.     Lambat melaksanakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya dalam mengerjakan soal-soal latihan.
4.       Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura dusta.
5.    Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, misalnya mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira, selalu sedih.

Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurutnya siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
1.     Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2.      Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
3.      Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater).

C.    Jenis – jenis masalah belajar

Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan dijelaskan dari masing-masing pengertian tersebut.
1.      Learning Disorder atau kekacauan belajar
      Keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.       Learning Disfunction
         Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.      Under Achiever
      Mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.      Slow Learneratau lambat belajar
Slow learner adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.      Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar
     Mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas, dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang putera/puteri mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung tentang pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah.

D.    Faktor-Faktor Penyebab Masalah Belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami masalah belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah belajar. Pada garis besarnya faktor-faktor timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:
1.      Faktor-faktor internal (faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri), antara lain:
a. Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahun.
b. Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasan cenderung kurang.
c. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyusuaikan diri (maladjusment), tercekam rasa takut, benci dan antipati, serta ketidak matangan emosi.
d. Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, sperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah malas dalam belajar, dansering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
2.      Faktor-faktor eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu), yaitu berasal dari:
a. Sekolah, antara lain:
     1)        Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
     2)        Terlalu berat beban belajar (murid) dan untuk mengajar (guru)
     3)        Metode mengajar yang kurang memadai
     4)         Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
b. Keluarga (rumah), antara lain:
     1)         Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
     2)        Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
     3)        Keadaan ekonomi.

E.     Peran Konselor dalam Mengatasi Masalah Belajar 

      Bimbingan belajar merupakan upaya konselor untuk membantu siswa yang mengalami masalah dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut
1.      Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
a.    Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
b.    Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
c.     Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d.    Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
e.    Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2.      Identifikasi Masalah
       Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
3.      Diagnosis
    Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
4.    Prognosis
     Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
5.    Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
    Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
6. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
a) Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas.
b) Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan
c) Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
1.         Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2.         Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3.    Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4.         Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5.         Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6.      Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
7.    Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

F. Contoh Permasalahan dan Cara Mengatasinya
Permasalahan
Seorang siswa kelas 3 IPS bernama Joko, menunjukkan jarang masuk sekolah sering melanggar tata tertip dan prestasi belajarnya kurang. Dari data yang ada siswa suka membolos apabila ada mata pelajaran Matematika , pada akhir tahun yang lalu siswa yang bersangkutan termasuk salah seorang yang dipermasalahkan dalam kenaikan kelas. Joko tidak memiliki tempat belajar khusus dirumahnya.Dia banyak membantu kegiatan keluarga sehingga sering terlambat masuk sekolah.
Data lain menunujukkan merepakan anak ke enam dari sepuluh bersaudara, ketiga saudaranya sudah kuliah dan salah satu adiknya sama-sama berada di kelas 3 IPA. Status sosial-ekonominya cukup tetapi jumlah saudaranya banyak yang harus dibiayai , keadaan ini terlihat cukup sulit mengingat ketiga saudaranya berada di PT dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Joko sebenarnya kurang berminat tehadap bidang studi IPS, bahkan dalam menyelesaikan tugasnya pernah bentrok dengan salah satu guru. Kesukaran yang dialaminya adalah tidak dapat memanfaatkan waktu belajar secara efektif. Menurut tes Psikologis Joko termasuk anak yang memiiki kecerdasan umum rata- rata dan dari segi kepribadian secara potensial Joko mempunyai kecenderungan untuk berprestasi lumayan tetapi motivasinya rendah
Prosedur Pemberian Bantuan Oleh Konselor, sebagai berikut: 
  Identitas Siswa
Nama               : Joko
Kelas               : 3
Jurusan            : IPS
1.      Identifikasi masalah siswa :
          - Jarang masuk sekolah (sering membolos pada mata pelajaran matematika)
          - Sering melanggar tata tertip
          - Prestasi belajar kurang
          - Tidak dapat memanfaatkan waktu belajar secara efektif
2.      Melokalisasi Letak Kesulitan Belajar Siswa
          - Siswa mengalami kesulitan belajr pada mata pelajaran matematika
          - Tidak berminat pada mata pelajaran IPS
3.      Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
         a.  Faktor Internal:
              - Kurangnya motivasi dalam belajar
              - Kurang berminat pada mata pelajaran IPS dan matematika
              - Kurang senang dengan guru
              - Tidak bisa memanfaatkan waktu belajar secara efektif
         b. Faktor Eksternal :
              - Fasilitas belajar yang kurang memadai
              - Mempunyai beban ekonomi
4.      Memperkirakan Alternatif Bantuan (Prognosa)
         - Siswa J masih mungkin di tolong
         - Waktu yang diperlukan untuk memberikan layanan bantuan 1 bulan, 4 x pertemuan
         - Pertolongan diberikan pada saat jam  pelajaran di ruang BK
      - Yang dapat memberikan bantuan: konselor dan orang-orang yang bertugas sebagai  pendukung (wali kelas dan orang tua)
5.      Menetapkan Kemungkinan Cara Mengatasi Kesulitan Siswa
          - Konseling individual
          - Home visit
          - Tutor sebaya
6.      Tindak Lanjut
          a.       Konseling Individual
Konselor mengkonseling siswa Joko dengan memanfaatkan waktu jam pelajaran dengan meminta izin guru yang bersangkutan.
           b.      Home visit
Konselor mengunjungi rumah Joko dan menemui orang tua Joko dengan tujuan untuk mencari informasi atau data tentang kegiatan Joko di rumah.
           c.       Tutor Sebaya
        - Konselor meminta bantuan kepada reman Joko yang dianggap mampu , untuk membantu kesulitan belajar Joko dalam pelajaran Matematika.
         - Konselor membentuk kelompok belajar Matematika.
        d.      Konselor menghubungi wali kelas Joko untuk memberikan informasi perkembangan pada diri Joko.
        e.       Konselor mengevaluasi dan mengikuti perkembangan siswa selama satu semester, bila dalam satu semester belum ada perubahan maka konselor harus melakukan tindak  lanjut terhadap hasil evaluasinya dengan cara meneliti dari awal apakah metode yang digunakan salah atau ada penyebab lain.