1.Pendekatan teorisasi Hull
Sebagai langkah pertama dalam menyusun teorinya, Hull
menyelesaikan ulasan mendalam terhadap riset-riset tentang belajar yang sudah
ada. Kemudian dia berusaha meringkaskan temuannya itu. Pendekatah Hull dalam
membangun suatu teori dinamakan hypothetical deductive (deduksi
hipotesis) atau logical deductive.
Setiap teori ilmiah hanyalah alat yang membantu periset
dalam mensintesiskan fakta dan dalam memahami ke mana mesti mencari informasi
baru. Nilai dasar dari teori ditentukan oleh seberapa kuatkan ia bersesuaian
dengan fakta yang teramati atau dalam kasus ini dengan hasil eksperimen.
Otoritas utama dalam ilmu pengetahuan ilmiah adalah dunia empiris. Meskipun
teori Hull dapat sangat abstrak, ia tetap harus memberi pernyataan tentang
kejadian yang dapat diamati. Seberapa pun abstraknyasuatu teori, ia pada
akhirnya mesti menghasilkan proposisi yang dapat diverifikasi secara empiris.
2 .Konsep Teoritis Utama
Teori Hull mengandung struktur postulat dan teorema yang
logis mirip seperti geometri Euclid. Postulat-postulat itu adalah pernyataan
umum tentang perilaku yang tidak dapat diverifikasi secara langsung, meskipun
teorema yang secara logis berasal dari postulat itu dapat diuji. Pertama-tama
kita akan mendiskusikan enam belas postulat utama Hull yang dikemukakan pada
1943, dan kemudian kita akan melihat ke revisi utama yang dilakukan Hull pada
1952.
Postulat
1: Sensing the external environment and
the Stimulus Trace. Stimulasi eksternal memicu dorongan neural
(sensoris) afferent, yang bertahan
lebih lama ketimbang stimulasi environmental. Jadi, Hull mempostulatkan adanya
suatu stimulus traces (jejak stimulus) yang bertahan selama beberapa
detik setelah kejadian stimulus berhenti. Karena dorongan neural afferent ini menjadi diasosiasikan
dengan suatu respons, Hull mengubah rumusan S-R tradisional menjadi S-s-R.
jejak stimulus pada akhirnya menyebabkan reaksi neural efferent (motor) (r) yang menghasilkan respons tegas. Jadi kita
punya S-s-r-R, di mana S adalah stimulasi eksternal, s adalah jejak stimulus, r
adalah pengaktifan neuron motor, dan R adalah respons yang jelas.
Postulat
2: The Interaction of Sensory Impulses.
Interaction of sensory impulses ( s ) (interaksi
dorongan sensoris [indrawi]) mengindikasikan stimulasi dan karenanya
menunjukkan kesulitan dalam memprediksi perilaku. Perilaku jarang merupakan
sebuah fungsi dari hanya satu stimulus. Ia adalah fungsi dari banyak stimulus
yang dihadapan suatu organisme pada satu waktu. Banyak stimuli dan jejaknya itu
saling berinteraksi satu sama lain dan sintesisnya akan menentukan perilaku
Postulat 3: Unlearned behavior. Hull percaya bahwa
organisme dilahirkan dengan hierarki respons, unlearned behavior
(perilaku yang tak dipelajari), yang akan aktif jika dibutuhkan. Misalnya, jika
suatu objek asing masuk mata, maka secara otomatis akan berkedip-kedip dan
keluarlah air mata. Jika suhu melebihi suhu yang optimal bagi fungsi tubuh,
maka tubuh akan berkeringat. Demikian pula, rasa sakit, lapar, atau haus akan
memicu respons bawaan tertentu yang berprobabilitas tinggi mereduksi efek dari
kondisi-kondisi tersebut.
Postulat 4: contiguity and Drive reduction as Necessary conditions for Learning.
Jika satu stimulus menimbulkan respons dan jika respons itu bisa memuaskan
kebutuhan biologis, maka asosiasi antara stimulus dan respons akan diperkuat.
Semakin sering stimulus dan respons yang menghasilkan pemenuhan kebutuhan dipasangkan,
semakin kuat hubungan antara stimulus dan respons tersebut. Reinforcement
(penguatan) primer menurut Hull harus memuaskan kebutuhan, atau apa
yang oleh Hull dinamakan drive reduction (reduksi dorongan).
Postulat 2 juga mendeskripsikan reinforce (penguat) sekunder sebagai
“stimulus yang diasosiasikan secara erat dan konsisten dengan pengurangan
kebutuhan. Ringkasnya, kita dapat mengatakan bahwa jika satu stimulus diikuti
dengan satu respons, yang pada gilirannya diikuti dengan penguatan (entah itu primer
atau sekunder), asosiasi antara stimulus dan respons akan menguat. Juga dapat
dikatakan bahwa “kebiasaan” (habit)
memberi respons terhadap stimulus itu akan menjadi lebih kuat. Istilah yang
dipakai Hull, habit strength (kekuatan kebiasaan [SHR ] ).
Postulat
5: stimulus generalization.
Hull mengatakan bahwa kemampuan suatu stimulus (selain stimulus yang digunakan
selama pengkondisian) untuk menimbulkan respons yang dikondisikan ditentukan
oleh kemiripannya dengan stimulus yang digunakan selama training. Jadi, SHR akan digeneralisasikan dari satu stimulus ke
stimulus lain sepanjang dua stimulus itu sama. Postulat stimulus generalization (generalisasi stimulus) ini juga
mengindikasikan bahwa pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi proses belajar
yang sekarang; artinya, belaja yang pernah terjadi dalam kondisi yang sama akan
ditransfer ke situasi belajar yang baru. Hull menyebut proses ini sebagai generalized
habit strength (kekuatan kebiasaan yang digeneralisasikan (SHR
).
Postulat 6: Stimuli associated with drives. Definisi
biologis dalam organisme akan mengahsilkan drive (dorongan[D]), dan setiap
dorongan diasosiasikan dengan stimuli spesifik. Contohnya adalah rasa perut
lapar yang mengiringi dorongan lapar, dan mulut kering, bibir kering, dan
tenggorokan kering yang mengiringi dorongan haus. Adanya stimuli dorongan
spesifik memungkinkan kita untuk mengajari hewan agar nberperilaku tertentu di
dalam satu keadaan dorongan dan berperilaku lain dalam keadaan dorongan lain.
Misalnya, hewan bisa diajari berbelok ke kanan dalam jalan berbentuk T apabila
ia lapar dan berbelok kiri jika ia haus.
Postulat 7: Reaction as a Function of Drive and habit strength.
Kemungkinan respons yang dipelajari akan terjadi pada satu waktu tertentu
dinamakan reaction potential (potensi reaksi [SER]).
Potensi reaksi adalah fungsi dari kekuatan kebiasaan [SHR ] dan dorongan (D). agar respons yang
terjadi, [SHR ] harus diaktifkan oleh D. Dorongan tidak
mengarahkan perilaku; ia hanya membangkitkannya dan mengintensifkannya. Tanpa
dorongan, hewan tidak akan melakukan respons yang telah dipelajari meskipun
telah ada banyak pasangan yang diperkuat antara stimulus dan respons.
Postulat 8: Responding Causes Fatigues, Which Operates Against the Elicitation of a
Conditional Response. Respon memerlukan kerja, dan kerja
menyebabkan keletihan. Keletihan pada akhirnya akan menghambat respons. Reactive
Inhibition (hambatan reaktif [IR]) disebabkan oleh kelelahan
akibat aktivitas otot dan kegiatan dalam menjalankan tugas. Karena bentuk
penghambat ini berhubungan dengan keletihan, maka ia secara otomatis akan
hilang jika organisme berhenti beraktivitas.
Postulat 9: the Learned Response of Not Responding.
Kelelahan adalah pendorong negative, dan karenanya tidak memberikan respons
akan menghasilkan penguatan. Tidak member respon akan menyebabkan IR menghilang,
dan karenanya mengurangi dorongan kelelahan. Respons untuk tidak merespons ini
dinamakan conditioned inhibitattion (SIR) (hambatan
yang dikondisikan)
Postulat 10: Factors Tending ti Inhibit a Learned
respons Change from Moment to Moment. Menurut Hull,
ada “potensi penghambat” yang bervariasi dari satu waktu ke waktu lainnya dan
menghambat munculnya respons yang telah dipelajari. “potensi penghambat” ini
dinamakan oscillation effect (efek guncangan [SOR]
).
Postulat
11: momentary Effective Reaction
potential Must Exceed a certain value before a Leraned Response can Occur.
Nilai SER yang
harus lebih tinggi sebelum respons yang terkondisikan dapat muncul dinamakan reaction
threshold (ambang reaksi SLR ). Karenanya,
respons yang telah dipelajari akan muncul hanya jika SER lebih
besar daripada SLR
Postulat
12: The Probability that a Learned
response Will Be Made is a Combined Function of SER
, SOR, SLR . dalam tahap awal training, yakni hanya setelah beberapa percobaan yang
diperkuat SER akan dekat dengan SLR sehingga, karena efek dari SOR, respons yang terkondisikan akan muncul
dibeberapa percobaan tetapi tidak dipercobaan lainnya.
Postulat
13: The Greater the Value of SER
the sorter will be the latency between S and R. latency
[str ] adalah waktu antara presentasi stimulus ke
organisme dan respons yang dipelajarinya. Postulat ini menyatakan bahwa waktu
reaksi antara awal stimulus dan kemunculan respons yang telah dipelajari akan
turun jika nilai SER naik.
Postulat
14: The value of SER
will determine resistance to
Extinction. Nilai SER di akhir training
menentukan resistensi terhadap pelenyapan, yakni berapa banyak dibutuhkan
respons yang tak diperkuat sebelum terjadinya pelenyapan. Semakin besar nilai SER
, semakin besar pula jumlah
respons tak diperkuat yang dibutuhkan sebelum pelenyapan terjadi. Hull
menggunakan n untuk melambangkan
jumlah percobaan yang tak diperkuat yang terjadi sebelum terjadi pelenyapan.
Postulat
15: The amplitude of a conditional
response varies directly with SER.
Beberapa respon yang dipelajari terjadi bertingkat-tingkat, misalnya, keluarnya
air liur atau galvanic skin response (GSR).
Ketika respons yang terkondisikan adalah respons yang terjadi secara bertingkat,
besarannya akan terkait langsung besarnya sEr , potensi reaksi efektif
potensial. Hull menggunakan A untuk melambangkan amplitude respons ini.
Postulat
16 : When Two or More Incompatible
Response Tend to be Elicited in the Same Situation, the One with the Greatest sEr will occur. Postulat ini sudah cukup jelas.
oleh : illa suryaningsih BK-B 2010 (101014051),
No comments:
Post a Comment