PERKEMBANGAN MORAL PADA REMAJA
Salah satu tugas
perkembangan penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok
dari padanya dan kemudian membentuk prilakunya agar sesuai dengan harapan
sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, dan diancam hukuman. Sebagai pedoman
bagi prilakunya.
Remaja diharapkan dapat
menggantikan peranan moral yang berlaku di masa kanak-kanak dengan prinsip
moral yang berlaku umum dimasyarakat. Remaja harus dapat mengendalikan
prilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru.
Sekarang remaja mampu
mempertimbangkan dan memandang masalahnya dari bebrapa sudut pandang dan menyelesaikannya
dengan mengambil banyak factor sebagai dasar pertimbangan (Piaget) disebut
tahap pelaksanaan formal.
Perubahan fundamental
dalam moralitas selama masa remaja menurut Michell:
1.
Pandangan moral individu makin lama
makin menjadi lebih absatrak dan kurang kongkrit
2.
Keyakinan moral lebih terpusat pada apa
yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan
moral yang dominan
3.
Penilaian moral menjadi semakin
kognitif. Ini mendorong remaja lebih berani menganilisis kode sosial dan kode
pribadi daripada masa kanak-kanak dan berani mengambil keputusan terhadap
berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4.
Penilaian moral menjadi kurang
egosentris.
5.
Penilaian moral secara psikologis
menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan
menimbulkan ketegangan psikologis
Menurut Kohlberg, tahap
perkembangan moral ketiga, moralitas
pascakonvesional(postconventional morality) harus dicapai selama masa
remaja. Tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri
dari dua tahap.
Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral apabila hal ini mengumpulkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan diri dengan standar sosial dan idela yang diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat pada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar moral apabila hal ini mengumpulkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan diri dengan standar sosial dan idela yang diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat pada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Pembentukan
Kode Moral
Ketika memasuki masa
remaja, anak-anak tidak lagi begitu saja menerima kode moral dari orang tua,
guru, bahkan teman-teman sebaya. Remaja membentuk kode moral sendiri
berdasarkan konsep tentang benar dan salah yang telah diubah dan diperbaikinya.
Beberapa remaja bahkan melengkapi kode moral mereka dengan pengetahuan yang
diperoleh dari pelajaran agama.
Pembentukan kode moral
terasa sulit bagi remaja karena ketidak konsistenan yang membuat remaja bingung
dan terhalang dalam proses pembentukan kode moral yang tidak memuaskan tetapi
akan membimbingnya untuk memperoleh dukungan sosial. Lambat atau cepat sebagian besar remaja mengerti,
misalnya, bahawa teman-teman dari latar belakang sosial ekonomi, agama, atau
ras yang berbeda mempunyai kode yang berbeda tentang benar dan salah
Orang tua dan guru
tidak dapat mengawasi remaja dari dekat seperti yang dilakukan ketiaka masih
anak-anak. Oleh karena itu remaja harus bertangguang jawab dalam pengendalian
prilakunya sendiri.
Telaah-telaah mengenai
perkembangan moral telah menekankan bahwa cara yang efektif bagi semua orang
untuk mengawasi prilakunya sendiri adalah melelui perkembangan suara hati,
yaitu kekuatan batiniah yang tidak memerlukan pengendalian lahiriah. Prilaku
yang dikendailikan rasa bersalah adalah prilaku yang dikendalikan dari dalam,
sedangkan prilaku yang dikendalikan oleh rasa malu adalah prilaku yang
dikendalikan dari luar.
Dalam diri seseorang
yang mempunyai moral yang matang, selalu ada rasa bersalah dan malu. Namun,
rasa bersalah berperan lebih penting daripada rasa malu dalam mengendalikan
rasa malu. Hanya sedikit remaja yang mampu mencapai tahap perkembangan moral
yang demikian sehingga remaja tidak dapat disebut secara tepat oaring yang
“matang secara moral”.
No comments:
Post a Comment