Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses
belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Proses belajar
merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar. Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya
dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak,
kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa
amat sulit. Dalam hal semangat terkadang tinggi, tetapi terkadang juga sulit
mengadakan konsentrasi. Keadaan murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya
disebut “kesulitan belajar”.
Aktivitas
mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari
tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama mempelajari juga tergantung pada
kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka
dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan
belajar mudah dan siswa berkemampuan tinggi maka proses belajar memakan waktu
singkat. Aktivitas belajar tersebut dapat diketahui oleh guru dari perlakuan
siswa terhadap bahan belajar. Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan
bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan
belajar. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan
belajar.
Aktifitas
belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar.
Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap
apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat
terkadang tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi. Keadaan
murid tidak dapat belajar sebagaimana mestinya disebut “kesulitan belajar”.
Aktivitas
mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari
tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama mempelajari juga tergantung pada
kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka dapat
diduga bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan belajar
mudah dan siswa berkemampuan tinggi maka proses belajar memakan waktu singkat.
Aktivitas belajar tersebut dapat diketahui oleh guru dari perlakuan siswa
terhadap bahan belajar.
Akan tetapi
yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami
kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang
sebenarnya, sehingga mereka memberikan label kepada anak mereka sebagai anak
yang bodoh, tolol, ataupun gagal.Seharusnya siswa yang mengalami kesulitan
belajar tersebut dibantu mengentaskan masalahnya agar dapat berkembang secara
optimal. Disinilah peran BK sangat dibutuhkan oleh siswa tersebut.
A.
Pengertian Masalah Belajar
Masalah
belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat
kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan
keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat
juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya.
Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat
saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau
cerdas.
Kesulitan belajar merupakan
kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar
tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak
mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu
disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan
tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan
demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses
belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.
B.
Gejala siswa yang mengalami kesulitan belajar
1. Menunjukkan prestasi yang rendah/di
Bawah rata-rata yangdicapai oleh kelompok kelas
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan
usaha yang dilakukan. Ia berusaha dengan keras tetapi nilainya selalu rendah.
3. Lambat melaksanakan tuga-tugas
belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal, misalnya
dalam mengerjakan soal-soal latihan.
4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, berpura-pura
dusta.
5. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan,
misalnya mudah tersinggung, murung, pemarah, bingung, cemberut, kurang gembira,
selalu sedih.
Burton (Abin
Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai
tujuan-tujuan belajar. Menurutnya siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
1. Dalam batas waktu tertentu yang
bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan
materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah
ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai
prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau
kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under
achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi
(mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan
tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow
learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi
pengulang (repeater).
C.
Jenis – jenis masalah belajar
Kesulitan
belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga
pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di
bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas,
diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction;
(c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning
diasbilities. Di bawah ini akan dijelaskan dari masing-masing pengertian
tersebut.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar
Keadaan dimana proses
belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada
dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan,
akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons
yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari
potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga
keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan
dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction
Merupakan gejala dimana proses
belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya
siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat
dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur
tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun
karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai
permainan volley dengan baik.
3.
Under Achiever
Mengacu kepada siswa yang
sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas
normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah
dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul
(IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat
rendah.
4.
Slow Learneratau lambat belajar
Slow learner adalah
siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang
lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi
intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar
Mengacu pada gejala dimana siswa
tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah
potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas,
dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami
oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang
putera/puteri mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung
tentang pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah.
D.
Faktor-Faktor Penyebab Masalah Belajar
Masalah
kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami masalah belajar, tentunya
kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab
munculnya masalah belajar. Pada garis besarnya faktor-faktor timbulnya masalah
belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:
1. Faktor-faktor internal (faktor-faktor
yang berada pada diri murid itu sendiri), antara lain:
a. Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya
organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta
penyakit menahun.
b. Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam
fungsi mental), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf
kecerdasan cenderung kurang.
c. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang
bisa menyusuaikan diri (maladjusment), tercekam rasa takut, benci dan antipati,
serta ketidak matangan emosi.
d. Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap
yang salah, sperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah malas
dalam belajar, dansering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
2. Faktor-faktor eksternal (faktor-faktor
yang timbul dari luar diri individu), yaitu berasal dari:
a. Sekolah,
antara lain:
1) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel
2) Terlalu berat beban belajar (murid) dan untuk mengajar
3) Metode mengajar yang kurang memadai
4) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
b. Keluarga
(rumah), antara lain:
1) Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
2) Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
3) Keadaan ekonomi.
E.
Peran Konselor dalam Mengatasi Masalah Belajar
Bimbingan belajar merupakan
upaya konselor untuk membantu siswa yang mengalami masalah dalam belajarnya. Secara
umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai
berikut
1.
Identifikasi kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
a. Call them approach;
melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan
cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan
bimbingan.
b. Maintain good
relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan
melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar
mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan
situasi-situasi informal lainnya.
c. Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa
akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa
yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes
bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan
berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis
terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis
kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
e. Melakukan analisis sosiometris,
dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial
2.
Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya
untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa.
Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan
dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c)
behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa,
Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa,
dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat
membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek :
(a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi
dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g)
agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3.
Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan
faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa.
Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan
belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put
belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang
mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a)
faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri,
seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi,
sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti :
lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan
lingkungan sosial dan sejenisnya.
4. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan
apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan
berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara
mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga.
Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu
dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten
untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
5. Remedial atau referal (Alih
Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta sumber
permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih
berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian
bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih
mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas
hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
6. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh,
evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak
lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment)
yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan,
Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan
belajar, yaitu :
a) Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang
dibahas.
b) Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui
layanan, dan
c) Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan
dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam
Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan
dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan
masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6.Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan
dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan
keputusan yang telah diambilnya.
F.
Contoh Permasalahan dan Cara Mengatasinya
Seorang siswa kelas 3 IPS
bernama Joko, menunjukkan jarang masuk sekolah sering melanggar tata tertip dan
prestasi belajarnya kurang. Dari data yang ada siswa suka membolos apabila ada
mata pelajaran Matematika , pada akhir tahun yang lalu siswa yang bersangkutan
termasuk salah seorang yang dipermasalahkan dalam kenaikan kelas. Joko tidak
memiliki tempat belajar khusus dirumahnya.Dia banyak membantu kegiatan keluarga
sehingga sering terlambat masuk sekolah.
Data lain menunujukkan merepakan
anak ke enam dari sepuluh bersaudara, ketiga saudaranya sudah kuliah dan salah
satu adiknya sama-sama berada di kelas 3 IPA. Status sosial-ekonominya cukup
tetapi jumlah saudaranya banyak yang harus dibiayai , keadaan ini terlihat
cukup sulit mengingat ketiga saudaranya berada di PT dan memerlukan biaya yang
tidak sedikit.
Joko sebenarnya kurang berminat
tehadap bidang studi IPS, bahkan dalam menyelesaikan tugasnya pernah bentrok
dengan salah satu guru. Kesukaran yang dialaminya adalah tidak dapat
memanfaatkan waktu belajar secara efektif. Menurut tes Psikologis Joko termasuk
anak yang memiiki kecerdasan umum rata- rata dan dari segi kepribadian secara
potensial Joko mempunyai kecenderungan untuk berprestasi lumayan tetapi
motivasinya rendah
Prosedur Pemberian
Bantuan Oleh Konselor, sebagai berikut:
Identitas Siswa
Nama
: Joko
Kelas
: 3
Jurusan
: IPS
1.
Identifikasi masalah siswa :
- Jarang masuk sekolah (sering membolos pada mata pelajaran matematika)
- Sering melanggar tata tertip
- Prestasi belajar kurang
- Tidak dapat memanfaatkan waktu belajar secara efektif
2.
Melokalisasi Letak Kesulitan Belajar Siswa
- Siswa mengalami kesulitan belajr pada mata pelajaran matematika
- Tidak berminat pada mata pelajaran IPS
3.
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Siswa
a.
Faktor Internal:
- Kurangnya motivasi dalam belajar
- Kurang berminat pada mata pelajaran IPS dan matematika
- Kurang senang dengan guru
- Tidak bisa memanfaatkan waktu belajar secara efektif
b.
Faktor Eksternal :
- Fasilitas belajar yang kurang memadai
- Mempunyai beban ekonomi
4.
Memperkirakan Alternatif Bantuan (Prognosa)
- Siswa J masih mungkin di tolong
- Waktu yang diperlukan untuk memberikan layanan bantuan 1 bulan, 4 x pertemuan
- Pertolongan diberikan pada saat jam pelajaran di ruang BK
- Yang dapat memberikan bantuan: konselor dan orang-orang yang bertugas
sebagai pendukung (wali kelas dan orang tua)
5.
Menetapkan Kemungkinan Cara Mengatasi Kesulitan Siswa
- Konseling individual
- Home visit
- Tutor sebaya
6.
Tindak Lanjut
a. Konseling Individual
Konselor
mengkonseling siswa Joko dengan memanfaatkan waktu jam pelajaran dengan meminta
izin guru yang bersangkutan.
b. Home visit
Konselor mengunjungi rumah Joko dan menemui orang tua Joko dengan tujuan untuk mencari informasi atau data tentang kegiatan Joko di rumah.
Konselor mengunjungi rumah Joko dan menemui orang tua Joko dengan tujuan untuk mencari informasi atau data tentang kegiatan Joko di rumah.
c. Tutor Sebaya
- Konselor meminta
bantuan kepada reman Joko yang dianggap mampu , untuk membantu kesulitan
belajar Joko dalam pelajaran Matematika.
- Konselor
membentuk kelompok belajar Matematika.
d. Konselor menghubungi wali
kelas Joko untuk memberikan informasi perkembangan pada diri Joko.
e. Konselor mengevaluasi
dan mengikuti perkembangan siswa selama satu semester, bila dalam satu semester
belum ada perubahan maka konselor harus melakukan tindak lanjut terhadap
hasil evaluasinya dengan cara meneliti dari awal apakah metode yang digunakan
salah atau ada penyebab lain.
KESIMPULAN
Masalah
belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat
kelancaran proses belajarnya, oleh karena itu masalah-masalah belajar harus
diselesaikan sedini mungkin.
Konselor
memiliki peran yang penting dalam membantu siswa dalam mengentaskan masalah
belajarnya , karena layanan Bimbingan dan Konseling membantu memberikan hal-hal
positif kepada peserta didik, meringankan beban, mendorong semangat dan
memberikan penguatan, memberikan alternatif dan kesempatan, memberikan
pencerahan dan kesejukan, serta mendorong dan membela terwujudkannya hak dan
kepentingan serta kewajiban peserta didik dan cara yang tepat sehingga peserta
didik dapat berkembang secara optimal.
No comments:
Post a Comment