Teori Pembelajaran O.Hobart Mowrer
Problem Pengkondisian
Pengindraan. Jika aparatus di tata sedemikian rupa
sehingga organisme menerima setrum listrik sampai ia melakukan suatu respon,
maka organisme itu akan dengan cepat belajar melakukan repon itu saat ia di
setrum. Prosedur ini di namakan escape
conditioning (pengondisian untuk melarikan diri) :
Sakit R lari dari rasa sakir
(setrum
listrik) (respon) (penguatan)
Selain
adanya sinyal yang mendahului setrum, prosedurnya sama dengan pengondisian
untuk melarikan diri. Prosedur yang di gunakan dalam pengondisian pengindraan
adalah :
Sinyal Sakit R lari dari rasa
sakit
(cahaya) (setrum listrik) (respon)
(penguatan)
Dengan
pengkondisian pengindraan, organisme pelan – pelan belajar memberi respon yang
tepat saat cahaya menyala, dan karenanya bisa menghindari setrum. Selanjutnya,
respon menghindar ini di pertahankan terus bahkan ketika setrum tidak lagi di
berikan. Pengkondisian pengindraan menimbulkan masalah bagi teori Hullian
karena tidak jelas apa yang di perkuat respon penghindaran. Dalam rangka
memecahkan problem ini, Mowrer mengusulkan teori belajar dua faktor.
Teori Belajar Dua
Faktor. Mowrer mencatat bahwa tahap – tahap awal dari
pengkondisian penghindaran di tata sedemikian rupa sehingga terjadi
pengkondisian klasik atau Pavlovian. Sinyal bertindak sebagai stimulus yang di
kondisikan (conditioned stimulus) (CS) dan setrum listrik sebagai stimulus yang
tidak di kondisikan (unconditioned stimulus) (US), yang menimbulkan, antara
lain, rasa takut. Pada akhirnya, CS yang di pasangkan dengan US, dengan
sendirinya menghasilkan respon yang sama dengan UR (usconditioned response),
yakni rasa takut.ketika cahaya menyala, organisme itu merasa takut. Jadi faktor
pertama dalam two – factor theory (teori dua faktor) Mowrer adalah pengondisian
klasik atau Pavlovian. Mowrer menyebut pengondisian ini sebagai sign learning (belajar tanda atau
isyarat) sebab ia menjelaskan bagaimana stimuli yang sebelumnya netral, melalui
asosiasi dengan US – US tertentu, menjadi tanda atau isyarat akan bahaya dan
karenanya menimbulkan rasa takut.
Mowrer
menyebut faktor ke dua dalam teori dua faktor ini sebagai Solution Learning (belajar solusi), dan ini oleh Hull dan Thorndike
di namakan pengondisian instrumental atau oleh Skinner di namakan pengondisian
operan. Belajar solusi adalah belajar untuk melakukan aktifitas – aktifitas
yang akan menghentikan stimuli aversif (buruk) atau emosi negatif, seperti rasa
takut, yang di timbulkan oleh stimuli yang menjadi tanda bahaya melalui
pengondisian klasik.
Jadi
Mowrer menemukan dorongan yang di cari oleh Hullian untuk menjelaskan
pengkondisian penghindaran, dan dorongan itu di kondisikan oleh rasa takut.
Mowrer berpendapat bahwa permulaan dari suatu CS yang di asosiasikan dengan rasa
sakit akan memotifasi respon penghindaran, yang di perkuat oleh penghentian CS.
Penguatan Dekremental
dan Inkremental. Mowrer pertama – tama membedakan antara
US yang menghasilkan penambahan (increment) dorongan, misalnya kejutan strum,
dan US yang menghasilkan pengurangan dorongan, misalnya makanan. Yang disebut
belakangan ini di namakan decremental
reinforcers (penguat dekremental) karena mengurangi suatu dorongan, yang
dalam contoh ini adalah rasa lapar. Yang di sebut pertama dinamakan incremental reinforcer (penguat
inkremental) karena menghasilkan atau menambah dorongan. Untuk dua jenis US
itu, adalah mungkin untuk menghadirkan CS di awal atau pada saat
penghentiannya. Jika CS dihadirkan sebelum setrum listris, ia akan menimbulkan
emosi rasa takut. Jika CS di hadirkan sebelum penghentian setrum, ia akan
menghasilkan rasa lega. Jika CS disajikan sebelum penyajian makanan, ia akan
menibulkan rasa kecewa.
Dengan
menunjukkan bahwa proses belajar yang penting dapat terjadi sebagai aibat dari
induksi dorongan (awal) maupun reduksi dorongan (termiasi, penghentian), maka
Mowrer menjauhi tradisi Hullian, yang hanya menekankan pada reduksi dorongan.
Semua Bentuk Belajar
adalah Belajar Tanda. Mowrer telah menunjukkan bahwa
stimuli eksternal yang diasosiasikan dengan US positif, seperti terminasi rasa
sakit atau penyajian makanan, akan menimbulkan emosi kelegaan dan harapan.
Demikian pula, stimuli eksternal yang diasosiasikan dengan US negatif, seperti
datangnya rasa sakit atau penarikan makanan, akan menimbulkan rasa takut dan
kecewa. Lalu Mowrer bertanya, apakah prinsip yang sama juga berlaku untuk
internal ?
Reaksi
internal tubuh, misalnya stimuli proprioseptif yang disebabkan oleh pengaktifan
reseptor kinestetik, selalu mendahului respons nyata. Ketika organisasi
berusaha memecahkan problem, seperti belajar melarikan diri dari stimulus
aversif, belajar naik sepadah, maka ada respons nyata tertentu yang membawa
kesuksesan, dan respon lainnya membawa kepada kegagalan. Sensasi tubuh yang
mendahului respons yang sukses akan menimbulkan harapan karena alasan seperti
ketika stimuli eksternal menimbulkan harapan. Sensasi tubuh yang mendahului
respon yang gagal akan menimbulkan rasa takut, dengan alasan seperti ketika
stimuli eksternal menimbulkan rasa takut.
Artinya
beberapa tanda, baik eksternal maupun internal, menimbulkan ekspektasi seperti
rasa sakit atau kegagalan sedangkan beberapa tanda lainnya menimbulkan
ekspektasi rasa seneng dan keberhasilan.
Dengan
berpendapat bahwa semua proses belajar adalah belajar tanda, Mowrer menciptakan
teori belajar yang pada dasarnya bersifat kognitif.
oleh : illa suryaningsih BK-B 2010 (101014051),
No comments:
Post a Comment