TEORI
CARL ROGERS : PSIKOLOGI SELF
A.
Pokok-pokok Teori
Konsepsi-konsepsi
pokok dalam teori Rogers adalah :
(
1 ) organism, yaitu keseluruhan
individu (the total individual).
Organisme
memiliki sifat-sifat berikut :
a)
Organisme bereaksi
sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b)
Orgenisme mempunyai
satu motif dasar yaitu mrngaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan
diri.
c)
Organisme mungkin
melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak
pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin
juga organisme itu tak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
(
2 ) medan phenomenal, yaitu
keseluruhan pengalaman (the totalitas of experience)
Medan
phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman
yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
(
3 ) self, yaitu bagian medan
phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan
penilaian sadar daripada “I” atau “me”.
Self
mempunyai bermacam-macam sifat :
a)
Self berkembang dari
interaksi organisme dengan lingkungannya.
b)
Self mungkin
menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk)
yang tidak wajar.
c)
Self mengejar
(menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
d)
Organisme bertingkah
laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.
e)
Pengalaman-pengalaman
yang tak selaras dengan struktur self diamati sebagai ancaman.
f)
Self mungkin berubah
sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Sifat-sifat dari ketiga konsepsi
itu dan saling hubungannya dirumuskan oleh Rogers dalam 19 dalil dalam bukunya Client-centered therapy :
1.
“Tiap individu ada
dalam dunia pengalaman yang selalu berubah, di mana dia menjadi pusatnya”.
Rogers berpendapat bahwa mungkin hanya sebagian kecil saja daripada dunia
pengalaman itu yang disadari. Pengalaman disini artinya sebagai segala sesuatu
yang terjadi dalam organisme dalam sesuatu saat, termasuk proses-proses
psikologis, kesan-kesan sensoris, dan aktivitas-aktivitas motoris.
2.
“Organisme bereaksi
terhadap medan sebagaimana medan itu dialami dan diamatinya. Bagi individu
dunia pengamatan ini adalah kenyataan (realitas)”. Dalil ini menunjukkan bahwa
pribadi tidak bereaksi terhadap perangsang-perangsang dari luar dan pendorong
dari dalam (as such, an sich), tetapi dia bereaksi terhadap hal yang merangsang
dan mendorongnya seperti apa yang dialaminya.
3.
“Organisme bereaksi
terhadap medan phenomenal sebagai keseluruhan yang terorganisasi (organized
whole)”. Istilah organized whole ini konsepsi holistis yang berasal dari
psikologi Gestalt (Goldstein). Pendapat ini menunjukkan bahwa Rogers tidak
sepaham dengan cara penyelidikan segmental, misalnya stimulus-response
(psikologi). Organisme selalu merupakan suatu sistem yang terorganisasi,
sehingga perubahan pada tiap bagiannya akan menimbulkan perubahan pada
lain-lain bagian.
4.
“Organisme mempunyai
satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan
dan mengembangkan diri”. Rogers menambahkan bahwa kecenderungan bergerak maju
itu hanya akan berfungsi kalau pemilihan diamati dengan jelas dan dilambangkan
secara baik.
5.
“Pada dasarnya tingkah
laku itu adalah usaha organisme yang berarah tujuan (goal-directed,
deolgericht), yaitu untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sebagaimana dialaminya,
dalam medan sebagaimana diamatinya”.
6.
“Emosi menyertai dan
pada umumnya memberikan fasilitas tingkah laku berarah tujuan itu”.
7.
“Jalan yang paling baik
untuk memahami tingkah laku ialah dengan melalui internal frame of reference
orangnya sendiri”. Rogers berpendapat, bahwa self-report tidak memberikan gambaran yang lengkap mengenai
kepribadian, karena
-
Orang mungkin sadar
akan alasan tingkah-lakunya akan tetapi tak dapat menyatakannya dalam
kata-kata.
-
Orang mungkin tidak
menyadarinya.
-
Orang mungkin menyadari
pengalamannya dan dapat menyatakannya, tetapi dia tidak mau berbuat demikian.
8.
“Suatu bagian dari
seluruh medan pengamatan sedikit demi sedikit terdiferensiasikan sebagai self”.
Rogers berpendapat bahwa self phenomenal terdiferensiasikan dari medan
phenomenal. Self ini ialah kesadaran orang akan adanya dan berfungsinya.
9.
“Sebagai hasil saling
pengaruh dengan lingkungan, terutama sebagai hasil dari saling pengaruh dengan
lingkungan, terutama sebagai hasil dari saling pengaruh yang bersifat menilai
dengan orang-orang lain, struktur self itu terbentuk pola pengamatan yang
teratur, lentur (fluid),selaras dalam hubungan dengan “I” atau “me”, beserta nilai-nilai
yang dihadapi dengan konsepsi ini”.
10.
“Nilai-nilai terikat
kepada pengalaman, dan nilai-nilai yang merupakan bagian struktur self, dalam
beberapa hal adalah nilai-nilai yang dialami langsung oleh organisme, dan dalam
beberapa hal adalah nilai-nilai yang diintroyeksikan atau diambil dari orang
lain, tetapi diamati sebagai dialaminya langsung”.
11.
Pengalaman yang terjadi
ddalam kehidupan individu itu dapat dihadapi demikian :
(
a ) dilambangkan, diamati dan diatur dalam hubungan dengan self,
(
b ) diabaikan karena tak ada hubungan yang terlihat dengan struktur self,
(
c ) ditolak atau dilambangkan secara palsu oleh karena pengalaman itu tak
selaras dengan struktur self.
12.
“Kebanyakan cara-cara
bertingkah laku yang diambil orang ialah yang selaras dengan konsepsi self”.
13.
“Dalam beberapa hal
tingkah laku itu mungkin didorong oleh pengalaman-pengalaman dan
kebutuhan-kebutuhan organis yang tidak dilambangkan. Tingkah laku yang demikian
itu mungkin tidak serasi dengan struktur self, akan tetapi dalam hal yang demikian
tingkah laku itu tidak diakui oleh individual yang bersangkutan”.
14.
“Psychological
maladjustment terjadi apabila organisme menolak menjadi sadarnya pengalaman
sensoris dan visceral yang kuat, yang selanjutnya tidak dilambangkan dan
diorganisasikan ke dalam gestalt struktur self. Apabila hal ini terjadi, maka
akan terjadi psychological tension”.
15.
“Psychological
adjustment terjadi apabila konsepsi self itu sedemikian rupa, sehingga segala
pengalaman sensoris dan visceral diasimilasikan pada taraf lambang (sadar) ke
dalam hubungan yang selaras dengan konsepsi self”.
16.
“Tiap pengalaman yang
tak selaras dengan organisasi atau struktur self akan diamati sebagai ancaman,
dan makin meningkat pengamat itu akan makin tegas struktur self itu untuk
mempertahankan diri”.
17.
“Dalam kondisi
tertentu, pertama-tama tiadanya ancaman terhadap struktur self,
pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan struktur self dapat diamati dan
diuji dalam struktur self direvisi untuk dapat mengasimilasi dan melingkupi
pengalaman-pengalaman yang demikian itu”.
18.
“Apabila orang
mengalami dan menerima segala pengalaman sensoris dan visceral-nya kedalam
sisitemnya yang integral dan selaras, maka dia akan lebih memahami orang lain
dan menerima orang lain sebagai individu”.
19.
“Teori ini pada dasarnya
bersifat phenomenologis dan terutama berhubungan dengan konsepsi untuk
menerangkan. Teori itu menggambarkan titik akhir daripada perkembangan
kepribadian yaitu adanya kesamaan pokok antara medan pengalaman phenomenal dan
struktur self konseptual.
B. Metode-metode
Penyelidikan Carl Rogers
Rogers
adalah pelopor di dalam penyelidikan di bidang counseling dan psikoterapi, dan
memberikan banyak dorongan ke arah penyelidikan mengenai sifat-sifat dari
proses yang terjadi selama perawatan klinis. Penyelidikan mengenai psikoterapi
sebenarnya sangat sukar, oleh karena sifat individualnya, suasana psikoterapi
itu, therepist terpaksa tunduk kepada kesejahteraan pasien dan mengabaikan
syarat-syarat research dengan mengizinkan masuknya semua hal yang individual
yang diperlukan oleh pasien ke dalam ruang perawatan. Dalam kenyataanya
perumusan sistematis mengenai teori self yang disusun Rogers itu ditentukan
oleh penemuan-penemuan research. Semenjak perumusan teori itu Rogers memperluas
research yang meliputi pula macam-macam kesimpulan-kesimpulan dan teori
kepribadiannya.
a.
Penyelidikan
Kuantitatif
Banyak gagasan-gagasan Rogers tentang
kepribadian disimpulkan dengan cara kualitatif dari catatan-catatan mengenai
pernyataan pasien mengenai gambaran dirinya sendiri (self picture) serta
perubahan-perubahannya selama terapi.
b.
Analisis Isi (Content
Analysis)
Metode ini terdiri dari perumusan
sejumlah kategori yang dipakai untuk mengklasifikasikan verbalisasi pasien.
Pernyataan-pernyataan pasien selama interview dalam terapi diklasifikasikan.
mIsalnya membuat kategori-kategori mengenai self-referance :
-
Positive approval
self-reference.
-
Negative or disapproval
self-reference.
-
Ambivalent
self-reference.
-
Ambiguous
selg-reference.
c.
Penyelidikan-penyelidikan
dengan Q Technique
Q
technique adalah suatu metode untukmenyelidiki secara sistematis mengenai
pengertian orang (gambaran orang) mengenai dirinya sendiri, walaupun sebenarnya
metode ini juga dapat dipakai untuk menyelidiki hal-hal lain. Orang yang
diselidiki diberi sejumlah pernyataan (statement), lalu disuruh menyusun
menurut urutan tertentu. Misalnya Butler & Heigh dengan maksud mentest
assumption bahwa orang yang datang pada counseling itu kurang puas terhadap
diri sendiri, dan kalau telah mengalami counseling yang berhasil ketidakpuasan
itu akan berkurang mengerjakannya, demikian dibuat pernyataan-pernyataan pasien
di dalam terapi seprti :
“ I am a submissive person”
“ I am a hard worker”
“ I am a likable”
“ I am a impulsive person”
Sebelum
mulia counseling pasien disuruh memilih mengatur kartu yang berisi pernyataan
itu dalam dua cara :
(
1 ) Self-sort : Aturlah kartu-kartu ini untuk menggambarkan dirimu sendiri
sebagaimana kau lihat hari ini dari yang paling tidak mirip dengan kamu sampai
yang paling mirip dengan kamu.
(
2 ) Ideal-sort : sekarang aturlah kartu-kartu itu untuk menggambarkan orang
yang kamu cita-citakan, orang yang ingin kamu tiru, kamu ingin seperti dia.
No comments:
Post a Comment